PERSATUAN ALUMNI NADWATUSSAADAH SMU(A)AL-SAADAH
BATU MENGKEBANG 18000
KUALA KRAI KELANTAN


http://nadwatussaadah.blogspot.com

Tuesday, February 16, 2010

DI MANA PENGGANTIMU SANG MURABBI

Aku menangis..
Mencari di mana hilangnya murabbiku,
Dan aku semakin menangis bila pengganti murabbiku umpama tidak akan kutemui lagi,
Aku rindu pada suara yang melaung-melaungkan kalimah ilmu,
Aku rindu pada waktu aku di bentuk menjadi manusia yang memanusiakan manusia,
Aku rindu menatap wajah-wajah tua yang membuatkan aku patuh,
Ingin ku salami tangan-tangan itu kembali,
Ingin ku pimpin tangan mereka,
Ingin ku bawa mereka melihat kedunia nyata,
Ke dunia yang serba tidak kena dengan penggantimu,
Lihatlah murabbiku..
Penggantimu itu,
Mereka menyakiti amanahmu,
Aku risau duhai murabbiku,
Aku risau mereka tidak mendidik dengan sepenuh hati,
Aku penat mendengar perihal kurang enak tentang mereka,
Sampai aku terbangun di malam hari,
Mempersoalkan pada diriku,
Apa bisa seorang pendidik lelaki ber ‘sms’ dengan pelajar perempuannya?
‘sms’ sekadar suka-suka katanya..
Yang tidak pernah membawa apa-apa manfaat,
Yang bisa mengundang maksiat,
Mengundang fitnah,
Lagi Mengundang malapetaka,
Aku pendam amarah kerana mereka telah mencoteng arang di muka pendidik lain yang berjiwa murabbi,
Kerana setitis nila, kau rosakkan sebelanga susu?
Aku melontarkan lagi persoalan untuk diriku,
Apa bisa mereka berhimpun lalu sama-sama meratah daging saudara mereka?
Apa ini sikap penggantimu duhai murabbiku?
Apa tidak mereka mengerti firman Tuhan?

“Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima taubat, Maha Penyayang”-Al-Hujurat:12-


Mereka itu penggantimu, duhai murabbiku,
Apa tidak tergalas di bahu mereka amanah untuk memurnikan manusia?
Apa cukup sekadar memberi untuk menerima habuan setiap bulan?
Aku sedih duhai murabbiku,
Saban hari aku bercita-cita mengubah fitnah ini,
Biar zaman ini berubah ke zaman kita,
Zaman yang tidak pernah kami berani mengangkat wajah menatap mata bengismu,
Zaman yang tidak pernah kami mengangkat suara melebihi suaramu,
Zaman yang tidak pernah kami bersenda denganmu seperti kami bersenda sesama kami,
Zaman yang kau ajar kami perihal muamalat,
Duhai murabbiku, andai masih ada masamu bersamaku,
Aku pohon masa itu kita guna untuk mentarbiyah kembali penggantimu,
Biar mereka menjadi berhemah dan berperibadi mulia untuk membina anak-anak didik mereka kelak,
Biar mereka bukan sekadar menjadi guru, tetapi juga menjadi pentarbiyah, pendidik, muallim dan juga murabbi..seperti dirimu murabbiku…

Posted by: *IWatchFromtheFar@alumni*

Saturday, February 13, 2010

PERJUANGAN YANG DINANTI..

khas buat sahabat2 dan adik2 seperjuangan,


sahabat2 dan adik2 seperjuangan....
lihatlah nun di sana
islammu kini ketandusan pembela
bersama sendu mengalir lesu
tertunggu-tunggu mujahid baru
kembangnya kini diulit sepi
tiada lagi mujahid dan mujahidah yang sejati

sahabat2 dan adik2 seperjuangan...
khidmatmu dinanti
ummah derita engkaulah pengubatnya
budi pekertimu penawar sengsara
penyeri islam dan tamannya
yang bakal menggoncang dunia
namun ingat wahai sahabat2 dan adik2 seperjuangan...
ilmu perlu dicari
sebagai bekalan dalam perjuangan nanti
pembimbing diri daripada taghut dibenci
tuntutlah seikhlas hati

sahabat2 dan adik2 seperjuangan...
teguhkan iman taqwamu di hati
taqarrubillah takhta peribadi
amalmu menjadi bukti
sabarmu dikagumi pasrah pada ilahi
redha menghadapi mehnah rabbul 'izzati
usah ditangisi takdir yang sudah pasti
pengorbananmu kan disanjungi
berbekalkan iman, taqwa, sabar dan redha
berilmu, beramal, berkhidmat dan berjuang
berkorban agar islam kan gemilang
bersama mujahid dan mujahidah islam takkan sepi
subur disirami harum mewangi
engkaulah mujahid dan mujahidah sejati....

by afif..posted at 6:40pm by aishah@ Alfarashah

BERHENTI MENJADI GELAS...

Berhenti Menjadi Gelas

Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan ini selalu tampak murung.

“Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?” sang Guru bertanya.

“Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya,” jawab sang murid muda.
Sang Guru tersenyum. “Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu.”

Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.

“Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu,” kata Sang Guru, “setelah itu kau minum airnya.”

Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air masin.

“Bagaimana rasanya?” tanya Sang Guru.

“Masin, dan perutku jadi mual,” jawab si murid dengan wajah yang masih meringis.

Sang Guru tersenyum lagi melihat wajah muridnya yang meringis kemasinan.

“Sekarang kau ikut aku.” Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. “Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau.”

Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa masin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa masin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan mursyid, begitu pikirnya.

“Sekarang, coba kau minum air danau itu,” kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau.

Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya kepadanya, “Bagaimana rasanya?”

“Segar, segar sekali,” kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa masin yang tersisa di mulutnya.

“Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?”

“Tidak sama sekali,” kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.

“Nak,” kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. “Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah.”

marilah kita ambil pengajaran tersurat n tersirat daripada kisah ini...INSYAALLAH..

POST BY :aishah nawi@ Alfarashah...from ALQELANTANIAH blog